SAYA tiba-tiba saja tertarik memplesetkan akronim
pekerja seks komersial (PSK) menjadiPahlawan Stabilitas Kekuasaan. Mengapa?
Karena profesi yang sebenarnya “mulia” bak pahlawan ini, akhir-akhir ini memang
layak diduga telah dimanfaatkan oleh elit kekuasaan untuk menstabilisasi kekuasaan
mereka.
Saya menjadi ikut-ikutan sepakat dengan kesuudzonan
umum yang berkembang di masyarakat, bahwa fenomena munculnya berita penangkapan
sejumlah artis dan pengungkapan kasus-kasus perdagangan sahwat, seperti
terungkapnya kasus prostitusi online
yang melibatkan para pesohor negeri ini sebagai upaya pengalihan isu dari perhatian
rakyat terhadap kegaduhan politik di episentrum kekuasaan istana. Termasuk dari
dagelan politik di Senayan, dan drama-drama sarkastik yang dimainkan keduanya,
yang turut berimbas pada pilar kekuasaan lain seperti yudikatif, yang tentu
saja menjadi santapan lezat media massa dan rakyat penyimaknya.
Pengalihan isu semacam ini memang bukan hal baru. Tidak
terjadi di zaman rezim sekarang saja. Boleh dikata, rezim yang berkuasa
sekarang hanyalah pengulang kisah sukses rezim sebelumnya. “Kegilaan” pers akan
berita-berita heboh dan naluri mereka mengais info-info undercover dimanfaatkan dengan menciptakan isu-isu yang mampu meredam isu-isu liar tak
terkendali diluar keinginan rezim untuk terus bergulir.
Mereka paham betul, untuk menjinakkan pencari berita,
tidak mungkin dengan amplop yang hanya manjur untuk wartawan bodrex alias
wartawan abal-abal yang biasanya bekerja pada media kecil yang menyandarkan
kepulan asap dapur mereka dari “santunan” humas pemerintah. Bagi media besar,
tentu perlu treatment lain. Menjinakkan dengan memberi mereka berita yang lebih
heboh dan menarik.
Konon, rezim terdahulu selalu memainkan isu yang
sedang tren saat itu, tentang teroris untuk menstabilitasi kekuasaan mereka
yang goyang akibat krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah dengan membuat
berita-berita heboh seputar keberhasilan mereka mengungkap jaringan teroris
yang selama ini mencekam warga dunia.
Keberhasilan tersebut memang sukses menutup “cacat”
mereka akibat, misalnya kebijakan menaikkan subsidi BBM yang membuat panik
masyarakat, penyelesaian kasus BLBI, Century, dan lainnya yang belum ada
kejelasan.
Kegaduhan politik menjadi tidak lagi terlalu dirasakan
lantaran tersamarkan oleh keterkejutan akan kabar tertangkapnya gembong teroris
yang selama ini begitu dicari pada saat bersamaan. Perhatian publik yang
awalnya terseret untuk mengamati kebijakan pemerintah yang berpotensi
mengganggu stabilitasi kekuasaan, menjadi sedikit ternetralisasi.
Dan lagu lama pun rupanya ingin diputar ulang rezim
sekarang, tentunya dengan sedikit gubahan. Munculnya berita heboh, yang tentu
saja menarik perhatian publik seputar terungkapnya kasus prostisusi online para
artis, dapat saja dihubung-hubungkan sebagai penyebab kemunculannya dengan isu
panas yang berembus di lingkungan istana dan senayan. Ini sangat masuk akal,
ketika pertengahan April 2015 muncul berita tentang rencana mahasiswa yang
tengah mempersiapkan peringatan kejatuhan rezim Soeharto yang pernah berkuasa
selama 32 tahun, yang berhasil disudahi kekuasaannya hanya dengan demo
besar-besaran yang mengepung istana dan diikuti demo-demo serupa di seluruh
tanah air pada tahun 1998 silam.
Rencana mahasiswa sudah mulai tampak dengan
penggalangan demo kecil-kecilan yang mulai rutin dilakukan sejak April dengan
rencana puncaknya pada bulan Mei, tepat saat dulu Soeharto “terusir” dari
istananya. Akan ada rencana demo besar-besaran, dan kalau timing takdirnya pas,
maka Jokowi pun akan dipaksa lengser saat itu juga. Akibat janji saat kampanye,
kenyataannya masih jauh panggang dari api. Mereka berencana akan menggelar demo
besar-besaran untuk menurunkan Jokowi-JK yang kekuasaannya belumlah sampai seumur
jagung.
Berita seputar rencana tersebut sudah berhembus
demikian kencang sejak April. Di hampir semua media massa, tidak terkecuali
salah satu media yang selama ini dikenal habis-habisan membela Jokowi, turut
pula memberitakannya. Walaupun dengan kadar yang dipastikan hanya untuk
menetralisir berita media massa lainnya yang lebih garang.
Berita yang datang bergulung-gulung dan secara
terus-menerus digulirkan itu, tentu saja membuat ciut nyali. Pemerintah mulai
khawatir. Jangan-jangan benar, nasibnya sama dengan rezim yang pernah berkuasa
selama puluhan tahun itu. Tumbang hanya dengan gerakan massa yang mengairbah mengepung
ibukota.
Entahlah, apakah dugaan saya dan sebagian orang ini
benar, ketika pemberitaan sudah sangat terkondisi menyoroti rencana
penggulingan kekuasaan secara revolusi tersebut mendekati kenyataan, pemerintah
dan alat kekuasaannya tiba-tiba saja berhasil membongkar kasus prostitusi
online yang melibatkan puluhan pesohor ibukota. Berawal dengan tertangkapnya
sang mucikari, RA dan keluarnya pengakuan dari mulutnya di depan penyidik seputar
bisnis yang dilakoninya selama ini.
Tertangkapnya RA berawal dari tertangkapnya oknum
artis yang telah diboking secara menyamar oleh petugas dengan tarif yang luar
biasa mahal. Dari mulut sang mucikari inilah, muncul sederet nama artis
terkenal yang disamarkan dengan singkatan-singkatan inisial yang biasanya dua
huruf.
TB bertarif Rp 200 juta, JD bertarif Rp 150 juta, RF
bertarif Rp 60 juta, CS bertarif Rp 60 juta, MT bertarif Rp 55 juta, KA
bertarif Rp 55 juta, SB bertarif Rp 55 juta, CW bertarif Rp 50 juta, PUA
bertarif Rp 45 juta, NM bertarif Rp 40 juta, CT bertarif Rp 40 juta, UJ
bertarif Rp 35 juta, LM bertarif Rp 35 juta, DL bertarif Rp 30 juta, BS
bertarif Rp 30 juta, AA bertarif Rp 25 juta, FNP bertarif Rp 20 juta, dan
lain-lain. Begitu yang ada di kontak RA, sang mucikari. Bukan hanya media massa
mainstream saja yang merilisnya. Hampir semua Sosmed menggunjingkan berita ini.
Dan sukses. Kemunculan berita ini menghapus sedikit
demi sedikit perhatian publik pada “kegagalan” Jokowi mewujudkan program
kerjanya saat kampanye dulu. Berita tentang demo besar yang sedang disiapkan
mahasiswa yang sebelumnya yang bak tsunami mengalah ombak kecil di pinggir
pantai, akhirnya hanya mampu mengaduk pasir-pasir pantai yang kecil-kecil.
Munculnya berita besar itu, sukses mengalihkan
perhatian publik dari fokus mereka terhadap rencana mahasiswa dan rakyat yang
akan mengulang sejarah tahun 1998 silam karena terbilas dengan berita yang lebih
heboh dan mengusik naluri dasar manusia soal seks dan fantasi-fantasinya.
Bulan Mei berlalu dengan damai. Dan entah mengapa, ketika
gonjang-ganjing politik kembali menerpa kalangan istana, yang diawali dengan terungkapnya
rekaman percakapan Setya Novanto terkait Freeport yang dibawa Menteri ESDM
Sudirman Said memanas dan mulai nyerempet ke istana dan Jokowi, prostitusi
artis jilid II menguak. Polisi tiba-tiba saja berhasil menangkap dua artis yang
sedang menjajakan tubuhnya di Surabaya. Deng..,
perhatian publik kembali teralihkan. NR, artis yang selama ini memang selalu
tercurigai bisa dibooking dan PR yang merupakan Miss Indonesia 2014 asal Kaltim,
tertangkap saat menjual kemolekan tubuhnya kepada dua petugas yang menyamar.
Dari sekian kebetulan-kebetulan ini tidaklah salah
jika rakyat termasuk saya, menduga kuat jika ini hanya untuk mengalihkan isu.
Mereka berdua digunakan untuk menghindarkan istana sorotan rakyat yang sedang
menunggu-nunggu kelanjutan kasus papa minta saham yang mulai mendekati sentral
kekuasaan.
Rakyat mungkin tertarik dengan kegaduhan politik yang
melibatkan aktor utama Ketua DPR-RI Setya Novanto yang dituduh mencatut nama presiden
untuk mengolkan perpanjangan kontrak Freeport yang dilaporkan oleh Sudirman
Said. Tapi masyarakat menjadi semakin tergugah ketertarikannya ketika rekaman
percakapan tersebut juga keterlibatan orang dekat presiden, Menteri Koordinator
bidang Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan dan Wapres JK dalam
kasus bagi-bagi saham ini. Anda tentu menyimak perkembang kasusnya, kan.
Bukan hanya kita yang rakyat, bahkan Presiden Jokowi yang
biasanya kalem dan tak pernah marah,
terlihat begitu murka. Dan kemurkaan inilah yang kemudian selalu ditanyang-tayangkan
ulang oleh salah satu media massa, yang saya yakin Anda semua tahu media yang
saya maksud.
Rakyat yang bosan melihat sampai-sampai ada yang
nyeletuk begini, kok baru marah sekarang. Kok mendadak, tumben presiden
mendadak tegas dan berwibawa. Kemana kebiasaan dulu. Rakyat pun terdorong
kecurigaannya kemana-kemana. Namun di tengah kondisi yang sangat tidak
memungkinkan ini, meletup lagi berita heboh prostitusi artis. Dan kembali
sukses, walaupun tidak sesukses sebelumnya. Karena meski sempat sedikit mampu
mengalihkan perhatian publik, tapi badai papa minta saham tidak reda begitu
saja. Hingga tulisan ini saya posting di wcpria.blogspot.com, berita yang
mengangkat kasak-kusuk politik ini terus berlanjut dan entah sampai kapan. Tapi
satu pelajaran penting yang bisa kita petik, PSK kini tidak lagi identik dengan
Pekerja Seks Komersial, yang berkutat pada urusan kepuasaan arus bawah perut, tapi
mencapai titik fungsi “kemuliaan” lainnya, untuk menjaga stabilitas keamanan
nasional. Menjadi pahlawan stabilitas keamanan yang akronimnya ternyata juga dapat
disebangunkan dengan pekerja seks komersial (PSK).
Duhai NM, PR, AA, dan bla…bla…bla…jangan berkecil hati
apalagi malu. Kalian Pahlawan! Bukan saja untuk lelaki-lelaki hitung belang,
tapi juga pahlawan untuk sebuah kekuasaan. Berbanggalah. ()
No comments:
Post a Comment