Friday 18 December 2015

PSK (Pahlawan Stabilitas Keamanan)

SAYA tiba-tiba saja tertarik memplesetkan akronim pekerja seks komersial (PSK) menjadiPahlawan Stabilitas Kekuasaan. Mengapa? Karena profesi yang sebenarnya “mulia” bak pahlawan ini, akhir-akhir ini memang layak diduga telah dimanfaatkan oleh elit kekuasaan untuk menstabilisasi kekuasaan mereka.

Saya menjadi ikut-ikutan sepakat dengan kesuudzonan umum yang berkembang di masyarakat, bahwa fenomena munculnya berita penangkapan sejumlah artis dan pengungkapan kasus-kasus perdagangan sahwat, seperti terungkapnya kasus prostitusi  online yang melibatkan para pesohor negeri ini sebagai upaya pengalihan isu dari perhatian rakyat terhadap kegaduhan politik di episentrum kekuasaan istana. Termasuk dari dagelan politik di Senayan, dan drama-drama sarkastik yang dimainkan keduanya, yang turut berimbas pada pilar kekuasaan lain seperti yudikatif, yang tentu saja menjadi santapan lezat media massa dan rakyat penyimaknya.

Pengalihan isu semacam ini memang bukan hal baru. Tidak terjadi di zaman rezim sekarang saja. Boleh dikata, rezim yang berkuasa sekarang hanyalah pengulang kisah sukses rezim sebelumnya. “Kegilaan” pers akan berita-berita heboh dan naluri mereka mengais info-info undercover dimanfaatkan dengan menciptakan isu-isu yang mampu meredam isu-isu liar tak terkendali diluar keinginan rezim untuk terus bergulir.

Mereka paham betul, untuk menjinakkan pencari berita, tidak mungkin dengan amplop yang hanya manjur untuk wartawan bodrex alias wartawan abal-abal yang biasanya bekerja pada media kecil yang menyandarkan kepulan asap dapur mereka dari “santunan” humas pemerintah. Bagi media besar, tentu perlu treatment lain. Menjinakkan dengan memberi mereka berita yang lebih heboh dan menarik.

Konon, rezim terdahulu selalu memainkan isu yang sedang tren saat itu, tentang teroris untuk menstabilitasi kekuasaan mereka yang goyang akibat krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah dengan membuat berita-berita heboh seputar keberhasilan mereka mengungkap jaringan teroris yang selama ini mencekam warga dunia.

Keberhasilan tersebut memang sukses menutup “cacat” mereka akibat, misalnya kebijakan menaikkan subsidi BBM yang membuat panik masyarakat, penyelesaian kasus BLBI, Century, dan lainnya yang belum ada kejelasan.

Kegaduhan politik menjadi tidak lagi terlalu dirasakan lantaran tersamarkan oleh keterkejutan akan kabar tertangkapnya gembong teroris yang selama ini begitu dicari pada saat bersamaan. Perhatian publik yang awalnya terseret untuk mengamati kebijakan pemerintah yang berpotensi mengganggu stabilitasi kekuasaan, menjadi sedikit ternetralisasi.

Dan lagu lama pun rupanya ingin diputar ulang rezim sekarang, tentunya dengan sedikit gubahan. Munculnya berita heboh, yang tentu saja menarik perhatian publik seputar terungkapnya kasus prostisusi online para artis, dapat saja dihubung-hubungkan sebagai penyebab kemunculannya dengan isu panas yang berembus di lingkungan istana dan senayan. Ini sangat masuk akal, ketika pertengahan April 2015 muncul berita tentang rencana mahasiswa yang tengah mempersiapkan peringatan kejatuhan rezim Soeharto yang pernah berkuasa selama 32 tahun, yang berhasil disudahi kekuasaannya hanya dengan demo besar-besaran yang mengepung istana dan diikuti demo-demo serupa di seluruh tanah air pada tahun 1998 silam.

Rencana mahasiswa sudah mulai tampak dengan penggalangan demo kecil-kecilan yang mulai rutin dilakukan sejak April dengan rencana puncaknya pada bulan Mei, tepat saat dulu Soeharto “terusir” dari istananya. Akan ada rencana demo besar-besaran, dan kalau timing takdirnya pas, maka Jokowi pun akan dipaksa lengser saat itu juga. Akibat janji saat kampanye, kenyataannya masih jauh panggang dari api. Mereka berencana akan menggelar demo besar-besaran untuk menurunkan Jokowi-JK yang kekuasaannya belumlah sampai seumur jagung.

Berita seputar rencana tersebut sudah berhembus demikian kencang sejak April. Di hampir semua media massa, tidak terkecuali salah satu media yang selama ini dikenal habis-habisan membela Jokowi, turut pula memberitakannya. Walaupun dengan kadar yang dipastikan hanya untuk menetralisir berita media massa lainnya yang lebih garang.

Berita yang datang bergulung-gulung dan secara terus-menerus digulirkan itu, tentu saja membuat ciut nyali. Pemerintah mulai khawatir. Jangan-jangan benar, nasibnya sama dengan rezim yang pernah berkuasa selama puluhan tahun itu. Tumbang hanya dengan gerakan massa yang mengairbah mengepung ibukota.

Entahlah, apakah dugaan saya dan sebagian orang ini benar, ketika pemberitaan sudah sangat terkondisi menyoroti rencana penggulingan kekuasaan secara revolusi tersebut mendekati kenyataan, pemerintah dan alat kekuasaannya tiba-tiba saja berhasil membongkar kasus prostitusi online yang melibatkan puluhan pesohor ibukota. Berawal dengan tertangkapnya sang mucikari, RA dan keluarnya pengakuan dari mulutnya di depan penyidik seputar bisnis yang dilakoninya selama ini.

Tertangkapnya RA berawal dari tertangkapnya oknum artis yang telah diboking secara menyamar oleh petugas dengan tarif yang luar biasa mahal. Dari mulut sang mucikari inilah, muncul sederet nama artis terkenal yang disamarkan dengan singkatan-singkatan inisial yang biasanya dua huruf.

TB bertarif Rp 200 juta, JD bertarif Rp 150 juta, RF bertarif Rp 60 juta, CS bertarif Rp 60 juta, MT bertarif Rp 55 juta, KA bertarif Rp 55 juta, SB bertarif Rp 55 juta, CW bertarif Rp 50 juta, PUA bertarif Rp 45 juta, NM bertarif Rp 40 juta, CT bertarif Rp 40 juta, UJ bertarif Rp 35 juta, LM bertarif Rp 35 juta, DL bertarif Rp 30 juta, BS bertarif Rp 30 juta, AA bertarif Rp 25 juta, FNP bertarif Rp 20 juta, dan lain-lain. Begitu yang ada di kontak RA, sang mucikari. Bukan hanya media massa mainstream saja yang merilisnya. Hampir semua Sosmed menggunjingkan berita ini.

Dan sukses. Kemunculan berita ini menghapus sedikit demi sedikit perhatian publik pada “kegagalan” Jokowi mewujudkan program kerjanya saat kampanye dulu. Berita tentang demo besar yang sedang disiapkan mahasiswa yang sebelumnya yang bak tsunami mengalah ombak kecil di pinggir pantai, akhirnya hanya mampu mengaduk pasir-pasir pantai yang kecil-kecil.

Munculnya berita besar itu, sukses mengalihkan perhatian publik dari fokus mereka terhadap rencana mahasiswa dan rakyat yang akan mengulang sejarah tahun 1998 silam karena terbilas dengan berita yang lebih heboh dan mengusik naluri dasar manusia soal seks dan fantasi-fantasinya.

Bulan Mei berlalu dengan damai. Dan entah mengapa, ketika gonjang-ganjing politik kembali menerpa kalangan istana, yang diawali dengan terungkapnya rekaman percakapan Setya Novanto terkait Freeport yang dibawa Menteri ESDM Sudirman Said memanas dan mulai nyerempet ke istana dan Jokowi, prostitusi artis jilid II menguak. Polisi tiba-tiba saja berhasil menangkap dua artis yang sedang menjajakan tubuhnya di Surabaya. Deng.., perhatian publik kembali teralihkan. NR, artis yang selama ini memang selalu tercurigai bisa dibooking dan PR yang merupakan Miss Indonesia 2014 asal Kaltim, tertangkap saat menjual kemolekan tubuhnya kepada dua petugas yang menyamar.

Dari sekian kebetulan-kebetulan ini tidaklah salah jika rakyat termasuk saya, menduga kuat jika ini hanya untuk mengalihkan isu. Mereka berdua digunakan untuk menghindarkan istana sorotan rakyat yang sedang menunggu-nunggu kelanjutan kasus papa minta saham yang mulai mendekati sentral kekuasaan.

Rakyat mungkin tertarik dengan kegaduhan politik yang melibatkan aktor utama Ketua DPR-RI Setya Novanto yang dituduh mencatut nama presiden untuk mengolkan perpanjangan kontrak Freeport yang dilaporkan oleh Sudirman Said. Tapi masyarakat menjadi semakin tergugah ketertarikannya ketika rekaman percakapan tersebut juga keterlibatan orang dekat presiden, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan dan Wapres JK dalam kasus bagi-bagi saham ini. Anda tentu menyimak perkembang kasusnya, kan.

Bukan hanya kita yang rakyat, bahkan Presiden Jokowi yang biasanya  kalem dan tak pernah marah, terlihat begitu murka. Dan kemurkaan inilah yang kemudian selalu ditanyang-tayangkan ulang oleh salah satu media massa, yang saya yakin Anda semua tahu media yang saya maksud.

Rakyat yang bosan melihat sampai-sampai ada yang nyeletuk begini, kok baru marah sekarang. Kok mendadak, tumben presiden mendadak tegas dan berwibawa. Kemana kebiasaan dulu. Rakyat pun terdorong kecurigaannya kemana-kemana. Namun di tengah kondisi yang sangat tidak memungkinkan ini, meletup lagi berita heboh prostitusi artis. Dan kembali sukses, walaupun tidak sesukses sebelumnya. Karena meski sempat sedikit mampu mengalihkan perhatian publik, tapi badai papa minta saham tidak reda begitu saja. Hingga tulisan ini saya posting di wcpria.blogspot.com, berita yang mengangkat kasak-kusuk politik ini terus berlanjut dan entah sampai kapan. Tapi satu pelajaran penting yang bisa kita petik, PSK kini tidak lagi identik dengan Pekerja Seks Komersial, yang berkutat pada urusan kepuasaan arus bawah perut, tapi mencapai titik fungsi “kemuliaan” lainnya, untuk menjaga stabilitas keamanan nasional. Menjadi pahlawan stabilitas keamanan yang akronimnya ternyata juga dapat disebangunkan dengan pekerja seks komersial (PSK).

Duhai NM, PR, AA, dan bla…bla…bla…jangan berkecil hati apalagi malu. Kalian Pahlawan! Bukan saja untuk lelaki-lelaki hitung belang, tapi juga pahlawan untuk sebuah kekuasaan. Berbanggalah. ()


No comments:

Post a Comment