SIAPA yang
paling merasa malu diantara mereka berdua ini, Miss Colombia Ariadna Gutierrez,
atau MC yang memadu Miss World 2015, Steve Harvey? Akibat kesalahannya
mengumumkan pemenang ratu sejagat itu, Ariadna yang selama sekitar dua menit
berada di atmosfir terluar bumi, tiba-tiba jatuh dengan berderai air mata.
Menanggung
jutaan ton rasa malu karena terlanjur menghamburkan ciuman jauhnya kepada
jutaan pasang mata penonton dan pendukungnya yang menyaksikan event tahunan
yang lisensi penyelenggaraannya pernah dimiliki Donald Trump itu. Mahkota dan
selempang bertuliskan miss world yang amat membanggakan para kaum hawa itu
terpaksa dilepaskan lagi dengan sangat dramatis.
Kepada
siapakah hujatan ini layak dihujamkan. Kepada MC yang karena keterbatasannya
sebagai manusia, keliru mengumumkan pemenang sebenarnya, yang harusnya
mendapatkan mahkota, selendang, tepuk tangan, sorot kamera yang terkabarkan ke
seluruh dunia, dengan kebanggaan sebagai wanita tercantik sejagat. Sekaligus
merenggut paksa harga diri seorang perempuan yang terlanjur bahagia.
Bersama
beberapa kawan saya terlibat perdebatan kecil. Masing-masing dengan argumentasinya.
Seorang kawan bak hakim Bao berpendapat, sang MC harus dihukum berat, kalau
perlu tak usah dibayar. Walau sebenarnya, menurut saya, hukuman seperti yang
dipikirkannya itu bukanlah yang terberat. Sanksi sosial yang bakal diterima
sang MC pastilah jauh lebih berat.
Coba
bayangkan, selepas ini, walaupun dia telah meminta maaf secara terbuka di
banyak media, apakah masih ada event-event organiser besar yang mau lagi ngontrak
dia untuk ngemsi. Selepas panggung digulung, salaman basa-basi dengan ketua
panitia, mungkin dia masih menerima bayaran atas jerih payah terakhirnya di
dunia master ceremony. Tapi dia benar-benar bakal angkat koper mencari profesi
lain. Karena saya haqqul yaqin, tak ada satupun pengelola event yang mau
mengontaknya lagi. Kecuali, yeah, event-event kecil seperti hajatan ulang tahun
balita yang baru bisa jalan, hajatan kecil tingkat RT, atau mantenan. Itupun
pastilah dengan perasaan was-was, jangan-jangan dia salah sebut lagi, misalnya,
nama mempelai yang ketukar dengan nama orang tua yang bikin hajatan.
Di acara
amal yang digelar level kampungpun, mungkin panitia masih ragu, jangan-jangan
dia salah sebut lagi jumlah sumbangan yang diberikan para dermawan. Ini bisa
gawat, bisa-bisa panitia malah dilaporkan polisi dan langsung kena audit karena,
antara yang disumbang dengan yang diumumkan MC tidak singkron.
Mau tidak
mau, ikhlas tidak ikhlas, Sang MC harus mulai dari nol lagi. Mencari profesi
lain untuk menyambung hidup. Tapi kalau dia bersikeras dengan profesi lamanya,
ya seperti itulah jadinya. Tak ada lagi yang bakal percaya. Bukan lagi masalah
dia dibayar mahal atau tidak, atau gratis sekalipun, tapi masalah efek yang terjadi
setelah kesalahan itu. Kalau dia ngeyel, tetap ingin jalan di profesi lamanya, pastilah
dia berada dalam kesulitan yang lebih besar lagi. Saya sih menyarankan, dia
lebih baik tidak memilih pilihan itu. Taruhlah dia coba menyamar dan berhasil mengganti
identitasnya yang terlanjur tenar mendunia sejak kecelakaan itu. Itupun saya
rasa tidak mudah sebab pasti banyak warga dunia yang masih hapal
gerak-geriknya, irama langkahnya, gaya dia megang mik, humor-humor yang diloncatkannya
disela-sela bicara, susunan geliginya, bentuk posturnya, yang tentu sulit
disembunyikan walau dengan operasi plastik sekalipun. Satu-satunya hal yang menurut
saya bisa menghindarkannya dari frustasi bukanlah puluhan butir obat tidur yang
ditenggaknya bersamaan, tapi gantung mik dan nyari profesi lain. Itupun harus
180 derajat berbeda dari yang ada.
Lantas
bagaimana dengan Miss Colombia? Jika dia tabah, sabar, ikhlas, tawaddu menerima
kenyataan, saya rasa dia malah akan lebih terkenal dan diterima warga dunia,
bahkan mungkin lebih dikenang ketimbang menjadi miss world. Sesegukannya di
belakang panggung, rasa malu, kehilangan harga diri, atau mungkin sampai ingin
operasi ganti wajah dan kelamin, adalah hal biasa terjadi sesaat setelah
peristiwa malu itu dialami. Selanjutnya setelah itu, saya rasa tak ada yang
berubah dari hidupnya. Bahkan mungkin akan banyak rekan, handai taulan yang
berkunjung dan ingin menguatkan.
Di beda
belahan dunia, di beda peristiwa memalukan yang melatarinya, jauh dari panggung
dunia yang banyak menyita perhatian masyarakat dunia, di Indonesia, tepatnya di
Kota Surabaya, seorang yang juga menyandang gelar Miss untuk daerah
pemilihannya; Miss Kaltim 2014 juga mengguncang perhatian publik.
Si Cantik
yang satu ini tertangkap basah menjual kehormatannya sebagai seorang wanita berprestasi
kepada seorang polisi yang menyamar sebagai lelaki hidung belang yang
membokingnya. Bersamanya, terciduk pula seorang artis lain yang juga tertangkap
di hotel yang sama. Akibat peristiwa ini, dia sukses menghias layar kaca di
Indonesia, bahkan mungkin juga beberapa televisi negara tetangga dengan berita
penangkapannya.
Selama
berhari-hari dan berjam-jam dalam seharinya, berita dan wajahnya muncul. Bukan
hanya layar kaca, layar LCD smartphone, komputer, laptop yang kebetulan sedang
mengintip kehebohan kabar ini di portal-portal berita di dunia maya pun pasti
akan dipenuhi foto-foto Miss yang satu ini. Foto yang mengabadikan detik-detik
membanggakan saat dia disampirkan selendang dan mahkota kehormatan yang mirip
dengan yang diterima Miss Colombia.
Celakanya, karena
wartawan belum memiliki banyak koleksi foto Sang Miss, dan lagi pula, dia
memang belumlah lama menjadi artis yang betul-betul terkenal dan memiliki
banyak foto yang dipublish di internet, mau tak mau, hanya foto saat dia
bermahkota dan berselempang Miss Kaltim itu saya yang selalu dimuncul-munculkan.
Atau mungkin, memang hanya foto inilah yang paling menjual. Dengan wajah yang
awalnya sedikit diblur, tapi belakangan blurnya hilang dan muncul wajah tanpa
penghalang. Dan memang cantik untuk ukuran wanita-wanita kebanyakan di kampung
saya.
Saya membayangkan,
Miss yang satu ini setelah peristiwa memalukan itu menjerit, berteriak, memaki
nasib buruk yang dialaminya, menangis dan mengurung diri di kamar selama
berhari-hari. Sama seperti Miss Colombia yang kehilangan kehormatan yang baru
diraihnya, rasa bangga yang dipeluknya tidak lebih dari dua menit itu, mahkota
yang baru dipakainya yang harus diserahkan kembali ke pemilik lainnya tidak
dalam hitungan tahun. Melepas kancing perekat selempang bertulis Miss World
yang baru tersampir bersama rasa bangga, hancur tiba-tiba.
Kalau
dipikir-pikir, nasib Miss Kaltim 2014 ini masih jauh lebih beruntung dibanding
Miss Colombia. Meski saat ini juga didera malu dan memalukan. Tapi setidaknya dia
memiliki mahkota dan selempang ke-miss-annya sepanjang masa edar waktu yang
wajar. Sampai terpilihnya Miss Kaltim berikutnya, barulah mahkota itu diserahkannya.
Namun, hanya gara-gara dia rela menyerahkan mahkota lainnya yang jauh lebih
berharga dari mahkota apapun di dunia ini, masih layakkah dia disebut Miss dan mengenang
semua sebagai sesuatu yang membanggakan. Jawabannya bisa iya, bisa juga tidak.
Karena boleh jadi, gelar Miss-Miss-an itu justru untuk menambah nilai jual Miss
V yang menjadi aset bernilai miliknya. Walaupun, kalau saja pria-pria itu sedikit
menghargai kewarasan otaknya, siapapun perempuan pemiliknya, rasa dan fungsi Miss
V itu tetaplah sama. Hal yang mungkin beda, paling-paling hanya sedikit sensasi.
Ya, sensasi! ()
No comments:
Post a Comment